Selasa, 01 Februari 2011

”Haree geneehh….! ada yang mau mengorbankan nyawa buat sahabat, gila kali yee” Demikian ungkapan banyak orang di Jakarta ini, walaupun mungkin saja ada yang memang rela mengorbankan dirinya untuk membela atau membantu sahabat tersebut, tetapi hal demikian sudah semakin langka apalagi dikota metropolitan yang semakin propan dan hedonis. Pengalaman saya ketika sudah dan kondisi terpuruk, justru pertolongan datang dari sahabat yang tidak saya duga dan harapkan sama sekali, bahkan orang tersebut masuk dalam kategori teman biasa saja. Justru yang saya anggap sahabat dan sudah seperti saudara sendiri, malah tidak peduli bahkan mungkin saja tertawa melihat kesulitan saya. Demikian juga saya melihat papa ketika susah dan dalam kondisi melarat, hampir semua saudara dan sahabat yang dulu selalu menempel dimanapun papa berada dan memujinya setinggi langit, tiba-tiba hilang lenyap ditelan bumi, bahkan menghindar untuk ditemui. Maka tidaklah mudah untuk menentukan orang-orang yang layak masuk dalam kategori sahabat dan orang-orang masuk dalam kategori teman biasa, semua akan diuji dalam perjalanan hidup dan kadang kala orang-orang tersebut tidak kita duga sama sekali. Demikian juga kita untuk menjadi sahabat bagi semua orang juga sangat sulit, juga ditentukan oleh banyak faktor, tetapi ada baiknya untuk dicoba, karena dianggap menjadi sahabat adalah predikat yang luar biasa. Seorang sahabat sejati adalah mereka yang hadir mendampingi, menemani, menghibur kita dikala kita menderita, bukan ketika senang, bahagia dan sukacita. Dan sahabat bukanlah mereka yang senang melihat kesu

Sabtu, 29 Januari 2011

Cerpen

Admin
Pagi-pagi buta aku sudah terbangun oleh dering handphoneku yang senada ketika ia berputar bergesekan dengan meja. Sungguh mengesalkan terbangun seperti itu. Aku berusaha tidak mengubrisnya tapi percuma. Telepon itu dari Sinta. Dan kalau tidak aku angkat, maka mampuslah aku. Jadi aku angkat telepon itu, dengan benar-benar enggan.
“Halo?”
“Banguun, Say. Kau tidak lupa janji kita, kan?” kata Sinta, bertepatan dengan saat aku mengeluarkan uap panjangku.
“Apa? Oh, iya. Tentu saja. Aku, err..dalam perjalanan kesana.” Bohong.
“Bohong. Aku dengar tadi kau menguap. Sudah kamu di situ saja. Biar aku yang kesana.”
Sinta memutuskan hubungan. Sepertinya ia sedang berada di dalam bus. Sungguh berisik. Begitulah bus kota. Dan itulah kenapa aku lebih memilih naik sepeda. Kadang Sinta mewanti-wanti supaya aku mau sekali-kali naik bus. Katanya ia sulit melihatku belakangan ini. Tentu aku naik bus sekali-kali. Tapi tidak setiap kali. Banyak kejahatan terjadi di dalam bus. Dan kasus kecelakaan juga. Sepeda? Hampir tidak pernah.
Aku mengambil handukku dan 15 menit kemudian sudah berpakaian lengkap. Yaa, lebih lambat dari biasanya. Aku masih setengah tertidur. Semalam aku naik ranjang jam 3. Kerjaan betul-betul menumpuk dan satu-satunya hari liburku harus kuhabiskan bersama Sinta. Apa yang lebih buruk dari semua ini? Aku pikir, bisa-bisa aku pensiun dini.

Puisi untuk Ibu

Ibu...
adalah wanita yang telah melahirkanku
merawatku
membesarkanku
mendidikku
hingga diriku telah dewasa

Ibu...
adalah wanita yang selalu siaga tatkala aku dalam buaian
tatkala kaki-kakiku belum kuat untuk berdiri
tatkala perutku terasa lapar dan haus
tatkala kuterbangun di waktu pagi, siang dan malam

Ibu...
adalah wanita yang penuh perhatian
bila aku sakit
bila aku terjatuh
bila aku menangis
bila aku kesepian

Ibu...
telah kupandang wajahmu diwaktu tidur
terdapat sinar yang penuh dengan keridhoan
terdapat sinar yang penuh dengan kesabaran
terdapat sinar yang penuh dengan kasih dan sayang
terdapat sinar kelelahan karena aku

Aku yang selalu merepotkanmu
aku yang selalu menyita perhatianmu
aku yang telah menghabiskan air susumu
aku yang selalu menyusahkanmu hingga muncul tangismu

pntun gokil

Orang Sasak pergi ke Bali
Membawa pelita semuanya
Berbisik pekak dengan tuli
Tertawa si buta melihatnya

kisah seorang sahabat

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pada kali ini mungkin saya akan menceritakan sedikit tentang kisah seorang sahabat saya. Saya sayang padanya, saya berharap semoga ia diberi kekuatan oleh Allah SWT dalam menghadapi hari-harinya.

Tidak terlalu tragis memang, dia hanya menceritakan apa yang ia rasakan saat itu.
Begini..
Teman saya, menyukai seseorang, ia sudah lumayan lama memendam perasaan itu. Awalnya ia tidak mau mengungkapkan kepada siapa pun tentang perasaan yang ia simpan itu. Sampai akhirnya, mungkin perasaan itu selalu tumbuh dan membuatnya menjadi tidak kuasa membendungnya lagi. Ia menceritakan perasaannya tersebut. Tapi ia tau, kalau ia tidak boleh dan tidak mungkin untuk selalu memelihara perasaan itu. Karna perasaan tersebut seperti ranjau dalam hati kita, yang sewaktu-waktu bisa meledak dan akan sangat menyakitkan. 
Ia tetap berusaha menyembunyikan perasaan tersebut jauh ke dalam, tapi semakin ia sembunyikan perasaan itu malah justru makin dalam masuk ke dalam hatinya. Menghujam jantungnya sehingga membuat otaknya kadang berhenti, nafas terasa sesak, otot kejang-kejang, dan semua fikirannya hanya tertuju pada orang itu.
Hahahaha. agak lebay memang teman saya itu ceritanya,
Tapi, saya tau, yaaa memang kurang lebih seperti itu rasanya. hehe
Dan kemudian dia cerita, kalau ia tidak kuat lagi, dan ia tidak sanggup terus-terusan seperti ini. Ia sudah memutuskan untuk menjauhi orang itu. Bukan menjauhi lebih tepatnya sih, tapi membatasi intensitas pertemuan dan komunikasi diantara mereka. Ia percaya, jika niatnya untuk seperti itu adalah untuk menjaga hati ini suci dari segala makhluk, ia percaya Allah akan membantunya,